UNDANGAN KHUSUS AKSI HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA

UNDANGAN KHUSUS AKSI HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA

REKOMENDASI TIM 8

Selasa, November 17, 2009

Laporan & Rekomendasi Final Tim 8

Senin, November 09, 2009

BEDAH BUKU: KONTRA TERORISME KARYA SAPTO WALUYO

DISKUSI KOMUNITAS KEPEMIMPINAN LENTERA 20 SERI SPECIAL

SOFTLAUNCHING KOMUNITAS DAN BEDAH BUKU

Diskusi komunitas kepemimpinan mengundang bapak/ibu, pemuda & pemudi pada diskusi seri special Komunitas kepemimpinan Lentera 20 pada:

Hari : Sabtu
Tanggal : 14 November 2009
Pukul : 09.00-12.30 (pagi)
Tempat : Auditorium Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS (Denah Terlampir)
Jalan Lenteng Agung No. 20 Srengseng Sawah JAKSEL
Telp. 021-7888 3828 atau 021-7888 3829

SOFTLAUNCHING KOMUNITAS KEPEMIMPINAN DAN BEDAH BUKU

Kontra Terorisme:
Dilema Indonesia Era Transisi
Karya Terbaru Sapto Waluyo M.Sc
Terbit Bulan November 2009


Bersama:

KEMAL STAMBOEL MSM
Ketua Komisi 1 DPR RI 2009-2014

Andi Wijayanto
Pengamat Militer dan Dosen FISIP UI

DR Saharuddin Daming
Komisioner KOMNAS HAM

Sapto Waluyo M.Sc
Penulis Buku

Moderator:
Fitron Nur Ikhsan M.Sc
Alumni RSIS, Nanyang Technological University dan
Penulis Buku: Mencurigai Kekuasaan


Sinopsis:

1. Kemal Stamboel MSM

Tema Besar: “Efektifitas Penanganan Kontra-Terorisme pasca Bom Marriot II 2009”

Sub Bahasan: “Pasca tragedi Bom Marriot II peran aparat keamanan (Densus 88) memperlihatkan peran yang sangat strategis, terutama dalam hal penangkapan ataupun pengungkapan jaringan teroris, akan tetapi pertanyaan yang muncul dari publik adalah sejauhmana efektifitas proses kontra-terorisme tersebut dalam menghentikan aksi terorisme dimasa yang akan datang? Apakah yang bisa dilakukan parlemen untuk mengefektifkan kebijakan kontra-terorisme?


2. DR Saharuddin Daming

Tema Besar: Evaluasi Pemberantasan Terorisme di Indonesia: On the right track or establishing social problems?

Sub Bahasan:
Densus 88 telah menghabiskan jutaan dollar amerika, apakah operasi pemberantasan terorisme di indonesia telah berada dalam jalur yang benar ataukah sebaliknya dana yang demikian besar disia-siakan karena ketidaktepatan strategi dalam pemberantasan terorisme. Bagaimana pendekatan yang tepat untuk kebijakan kontra terorisme dimasa yang akan datang?


3. Andi Wijayanto

Tema Besar: Dampak sosial dan politik kebijakan kontra terorisme dalam pemerintahan transisi demokrasi dan bagaimana proses deradikalisme kelompok ekstrimis dapat dilakukan?

Sub Bahasan:
Aksi terorisme bersifat destruktif terhadap tatanan kehidupan sosial & politik, sebaliknya kebijakan kontra terorisme yang tidak mengikuti norma hukum pun mungkin dapat bersifat destruktif. Bagaimana kebijakan kontra terorisme dapat menyebabkan desktruktif? Langkah apa saja yang harus dilakukan untuk menghindari sifat destruksif dalam kebijakan kontraterorisme


4. Sapto Waluyo M.Sc

Tema Besar: “Kerangka kebijakan kontra terorisme” di masa SBY Jilid II

Sub Bahasan:
Belajar dari pengalaman pemerintahan sebelumnya seharusnya pemerintahan saat ini SBY-BOEDIONO menerapkan prinsip-prinsip penegakan hukum dan menghindari aksi kekerasan. Prinsip-prinsip ini dikenal dengan soft-power approach. Bagaimanakah kebijakan ideal pemerintahan SBY-Boediono dalam melakukan kontra-terorisme? Bagimana soft-power approach itu dilakukan? Apa tahap-tahapnya?


Sifat: Gratis dan mendapatkan seminar kit
Available only 200 Chairs


Persyaratan Peserta:
200 Peserta pertama yang melakukan Konfirmasi kehadiran melalui mengirimkan lembar konfirmasi ke email rubby@ppsdms. org atau sms ke 08129094524


TATA TERTIB KEHADIRAN
1. Kehadiran peserta harus terkonfirmasi paling lambat hari kamis tanggal 12-November- 2009;
2. Diskusi dilaksanakan tepat waktu sehingga kehadiran diharapkan 30 menit sebelum diskusi dimulai

Lebih Lengkap lihat flyer di attached file dan
click on http://leadershipco mmunitydiscussio n.blogspot. com/

Salam,

Achmad Nur Hidayat MPP
Ketua Panitia Softlaunching Komunitas Kepemimpinan Lentera 20

Acara ini didukung oleh
PPSDMS NURUL FIKRI
NF MEDIA CENTER

Note:
1. Lampiran Flyer Soft launching
2. Lampiran Lembar Konfirmasi
3. Denah Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS Nurul Fikri
4. Informasi ini terbuka sehingga dapat disebarkan ke berbagai jaringan milis

Rabu, Oktober 07, 2009

SERI 13

Selasa, Oktober 06, 2009

DISKUSI KOMUNITAS KEPEMIMPINAN SERI XIII

Diskusi komunitas kepemimpinan mengundang bapak pada diskusi pekanan pada

Hari : Jumat
Tanggal : 09 Oktober 2009
Pukul : 18.30-20.30 (malam)
Tempat : Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS (Depan Unversitas Indonesia) Lantai 2 Jalan Lenteng Agung No. 20 Srengseng Sawah JAKSEL
Telp. 021-7888 3828 atau 021-7888 3829

PEMUTARAN FILM KOMUNITAS "NEW MUSLIM COOL"
Sebuah Film yang " patut" ditonton oleh semua "Policy-Makers" dan penggiat keadilan di dunia. Kisah tentang kesalahan kebijakan (fault-policy) bagi warga
Muslim in Amerika. Available only in English Subtitle (original DVD high Quality Sound)

Trailer:http://www.newmuslimcool.com/


Fasilitator:
Rubby E. S S.Hum
Pemerhati Film dan Budaya


Sinopsis:
Puerto Rican American rapper Hamza PĂ©rez ended his life as a drug dealer 12 years ago, and started down a new path as a young Muslim. Now he’s moved to Pittsburgh’s tough North Side to start a new religious community, rebuild his shattered family, and take his message of faith to other young people through his uncompromising music as part of the hip-hop duo M-Team. Raising his two kids as a single dad and longing for companionship, Hamza finds love on a Muslim networking website and seizes the chance for happiness in a second marriage. But when the FBI raids his mosque, Hamza must confront the realities of the post-9/11 world, and challenge himself. He starts reaching for a deeper understanding of his faith, discovering new connections with people from Christian and Jewish communities. Facilitator Movie is Rubby S,HUM

Testimony
Dr. Eboo Patel, Founder & Executive Director, Interfaith Youth Core
NEW MUSLIM COOL tells a story of faith and family, a story of Islam in America. With its grace and charm, the film embodies one of my favorite lines of poetry, from William Stafford: “If you don’t know the kind of person I am / and I don’t know the kind of person you are / a pattern that others made may prevail in the world / and following the wrong god home we may miss our star.”

Professor H. Samy Alim, Department of Anthropology, UCLA
NEW MUSLIM COOL is an incredibly moving production that defies any and all expectations through its telling of a gripping life narrative about the trials, tribulations and triumphs of an incredibly talented Puerto Rican Muslim American Hip Hop artist. It is a riveting film that not only captures the complexity of contemporary American Muslim life, culture, and music, but also explores and disrupts our notions of Hip Hop Culture, Latino and Black communities in the US, and the current state of interfaith relations. It is a very thoughtful, inspirational, and transformative production and will undoubtedly touch the hearts and minds of viewers around the world.


Konfirmasi Kehadiran Hubungi Hidayat (0811975643) atau email hidayatmpp@gmail.com

DISKUSI KOMUNITAS
Tema Diskusi pekan depan
JUMAT 16 Oktober 2009
"Politik Media dan Jurnalis di Era Digital"
Bapak Suhud Alynuddin MSc
Praktisi Media Profetik

TATA TERTIB KEHADIRAN
Kehadiran peserta harus
terkonfirmasi paling lambat
hari kamis tanggal 08-Okt-2009;
Diskusi dilaksanakan
tepat waktu sehingga kehadiran
diharapkan 30 menit sebelum
diskusi dimulai


Lebih Lengkap lihat flyer di attached file dan
click on
http://leadershipcommunitydiscussion.blogspot.com/

Salam,

Hidayat, MPP


Note: mohon di forward ke berbagai jaringan milis

Berita Diskusi "Hukum Perubahan Sosial" di AntaraNews

Senin, September 14, 2009

PERLU GERAKAN MEMBANGUN WATAK BANGSA
oleh Bachtiar Firdaus

Dimuat di AntaraNews Sabtu 12 September 2009


Depok, 11/9 (Antara/FINROLL News) - Mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI), Bachtiar Firdaus mengatakan perlu adanya gerakan membangun watak bangsa.

"Kita memang harus membangun watak bangsa yang jelas," kata Bachtiar Firdaus, dalam diskusi Pergiliran Kekuasaan dan dan Peran Gerakan Mahsiswa, di Depok, Jumat.

Menurut dia, untuk kepentingan rakyat memang harus membangun gerakan untuk memajukan bangsa Indonesia.

Jangan hanya berdiam diri dan pasrah saja, kata Bachtiar Firdaus, yang menjadi Ketua BEM UI pada 1999.

Bachtiar mencontohkan, "Kasus klaim budaya bangsa Indonesia oleh Malaysia menunjukkan bahwa kita masih lemah dalam memelihara identitas bangsa".

Untuk itu lanjut dia, Indonesia harus mengevaluasi hal-hal apa yang yang telah dilakukan agar bisa diperbaiki kemudian hari dan berpikir secara komprehensif untuk apa yang akan dilakukan masa depan.

Ia menilai pergerakan yang dilakukan saat ini hanya jumlah anggotanya saja yang banyak tapi kurang mempunyai kemampuan. "Jadi seperti buih di lautan saja yang mudah hilang," jelasnya.

Untuk itu kaum muda saat ini perlu dibekali dengan kemampuan dan kapabilitas yang punya keahlian, untuk dapat melakukan perubahan kepada yang lebih baik.

Ia mengatakan masa depan Negara Indonesia, salah satunya ada di tangan para politisi yang duduk di DPR dan DPRD. Apakah Negara ini mau dibawa ke arah yang lebih baik atau tidak, dengan masa depan yang gilang gemilang, sangat tergantung kepada kredibilitas moral dan kebersihan para politisinya.

"Kita harus kembali menegaskan pada komitmennya untuk terus menggalang kekuatan politisi bersih yang bebas dari jeratan korupsi, kolusi dan Nepotisme," katanya.

Source:http://news.id.finroll.com/nasional/133804-____perlu-gerakan-membangun-watak-bangsa____.html

SOLIDARITAS PUTIH ANTI KORUPSI


Teman-teman semua,

Kita semua percaya Indonesia, harus menjadi lebih baik. Setiap hari, harus menjadi lebih baik, demi kita semua, demi anak cucu kita, demi saudara kita sebangsa setanah air. Tidak ada seorangpun yang bisa mempertanyakan pada Anda, saya dan kita semua, akan kecintaan kita pada negara ini, bangsa ini, tanah tumpah darah kita semua.

Kita malu karena negara kita tercatat peringkat wahid terkait dengan korupsi. Masih belum lepas dari ingatan kita tertangkap tangannya Jaksa Urip, anggota Parlemen Al Amin Nasution, pimpinan KPU Mulyana Kusumah, pimpinan KPPU Muhammad Iqbal, dipenjaranya Aulia Pohan terkait korupsi BI sampai Hamka Yandhu dari Fraksi Golkar, Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri, Dudhie Makmun Murod dari Fraksi PDIP, dan Endin Soefihara dari Fraksi PPP sebagai tersangka penerima uang suap pemilihan Gubernur BI. Semua ini, berkat KPK.

Sekarang satu-satunya harapan kita, KPK, mulai digoyang secara sistematis. Beberapa bulan terakhir, begitu terlihat usaha pengebirian lembaga tersebut. Pemanggilan pimpinan KPK untuk dugaan yang simpang-siur dan absurd serta pernyataan berbagai aparat memperkuat dugaan kita semua akan upaya sistematis pelemahan KPK tersebut. Belum lagi pembahasan dan pengesahan RUU Pengadilan Tipikor yang berlarat-larat dengan materi yang patut dipertanyakan komitmen semanagat antikorupsinya.

Besok pagi, dua orang pimpinan KPK, masih diperiksa oleh Polisi. Baca lagi link berita diatas, dan tanyakan teman, apa betul mereka pantas dipanggil dengan persangkaan yang demikian absurd? Bagaimana KPK bisa bekerja dengan baik apabila kerap diganggu sedemikian oleh sesama aparat?


SOLIDARITAS PUTIH ANTI KORUPSI

Hari : Selasa, 15 September 2009
Lokasi : Gedung KPK, Jl HR. Rasuna Said
Jam : 08.30
Dresscode : atasan berwarna putih



Apabila perlu kita kirim pesan pendek pada Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono mengenai dukungan kita pada KPK dan meminta beliau untuk mendukung kita. Siapapun Anda, siapapun kita, karena kita merasa malu dengan korupsi.

Sampai jumpa besok teman. Kenakan baju putih agar kita saling mengenal.

Salam CICAK,

Diskusi Terakhir di Bulan Suci Bersama Bachtiar Firdaus MPP

Selasa, September 08, 2009

DISKUSI KOMUNITAS KEPEMIMPINAN SERI XI


Diskusi komunitas kepemimpinan mengundang bapak pada diskusi pekanan pada

Hari : Jumat
Tanggal : 11 September 2009
Pukul : 16.00-18.00
Tempat : Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS (Depan Unversitas Indonesia) Lantai 2 Jalan Lenteng Agung No. 20 Srengseng Sawah JAKSEL Telp. 021-7888 3828 atau 021-7888 3829

Menghadirkan pembicara:

Bachtiar Firdaus MPP
Konsultan Pergerakan dan Politik
Wakil Direktur PPSDMS Nurul Fikri

Tema:
HUKUM PERUBAHAN SOSIAL DAN POLITIK

Sinopsis:
PERUBAHAN sosial kini juga merasuki sistem politik kita. Baik orientasi untuk organisasi pemerintahan maupun cakupan kegiatannya menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan sosial. Dari sudut orientasi, kini yang mencuat justru orientasi kekuasaan, termasuk bagaimana mencapai dan mempertahankan kekuasaan itu. Bila dulu para pendiri Republik ini memadukan antara aspirasi pribadi maupun kepentingan umum, kini dengan tak malu-malu, sebagian pemimpin politik kita tampak hanya memikirkan bagaimana kemenangan harus dicapai. Kalau perlu dengan cara-cara yang curang, manipulasi dan intrik-intrik. Adapun mengenai penyebab perubahan sosial masyarakat bisa bersumber pada banyak hal, yang terpenting mampu merubah pola pikir dan perilaku masyarakat di dalam melakukan interaksinya. Bachtiar Firdaus MPP akan memaparkan rahasia rahasia melakukan perubahan sosial yang efektif

Diskusi Komunitas Kepemimpinan adalah diskusi pekanan tiap jumat dengan beragam tema-tema menarik dan sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Bertujuan untuk menambah wawasan kepemimpinan dan mendengar opini para pakar. Dihadiri oleh praktisi kebijakan, mahasiswa, pemuda, jurnalis serta para aktivitis; Diskusi ini bersifat free of charge dengan konfirmasi kehadiran

Konfirmasi Kehadiran Hubungi Hidayat (0811975643) atau email hidayatmpp@gmail.com

DISKUSI KOMUNITAS
Tema Diskusi pekan depan
JUMAT 2 Oktober 2009
"Model Gerakan Dakwah Pasca Kampus"
Oleh Adi Wahyu Adji S.Si
(Aktivis Dakwah Kampus)

TATA TERTIB KEHADIRAN
Kehadiran peserta harus
terkonfirmasi paling lambat
hari kamis tanggal 10-Sep-2009;
Diskusi dilaksanakan
tepat waktu sehingga kehadiran
diharapkan 30 menit sebelum
diskusi dimulai

DISIAPKAN TA’JIL BERBUKA PUASA GRATIS!!!
(Diskusi Komunitas terakhir diBulan Suci)

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H

Lebih Lengkap lihat flyer di attached file dan
click on
http://leadershipcommunitydiscussion.blogspot.com/

Salam,

Hidayat

Kord Diskusi Komunitas

Note: mohon di forward ke berbagai jaringan milis

Artikel: Akar Radikalisme Islam

Selasa, September 01, 2009

oleh Muhammad Ichsan SE
(Pemerhati Dunia Islam dan Manager Alumni PPSDMS NF)

Ilmu Pengetahuan – apalagi sosial- , termasuk sejarah, tidak dapat lepas dari bias subjektivitas dimana kecenderungan dan latar belakang penulis sangat memainkan peranan vital. Karena penulisan sejarah banyak diarahkan oleh penulisnya maka sangat sulit dicapai karya yang memiliki “objektifitas” tinggi. Mungkin berangkat dari pemikiran ini James Joyce (Dalam Buku Ulysses, James) , penulis kenamaan abad 20, tidak saja meragukan objektifitas penulisan sejarah bahkan menamakannya mimpi buruk (nightmare). Dari kenyataan ini pula kita lalu sering mendengar ungkapan bahwa sejarah tidak lain hanyalah cerita-cerita kelompok pemenang (Stories of the victorious).

Contoh lain adalah bagaimana seorang pemikir semisal Robert Mitchel yang berbeda 180 derajat dengan para para pemikir dan penulis Ikhwan dalam menuliskan sejarah A-Ikhwan Al-Muslimun maupun tokoh sentralnya Hasan Al Banna.

Di Indonesia sendiri, masuknya Islam ke Indonesia digambarkan oleh Van Den Berg sebagai konsekwensi dari kedatangan orang-orang Arab dari Hadramaut (Yaman) ke Indonesia yang motif utamanya adalah pencarian harta semata. Pandangan ini dibantah habis-habisan oleh Alwi Shihab dengan menyatakan bahwa Van Den Berg kurang/tidak memahami sosiocultural Islam dan cenderung menyamakannya dengan Kristen (Alwi Shihab, Di Balik Radikalisme Islam, Swaramuslim.net, Januari 2003).

Clash of Civilization: Konflik Abadi?
Era 90 – an seorang Ilmuwan Politik bernama Samuel P. Huntington memperkenalkan sebuah thesis Clash of Civilizations atau benturan peradaban, yang kurang lebih menyatakan bahwa Budaya dan identitas keagamaan (ideologi) menjadi sumber utama konfik paska perang dingin.

Thesis yang awalnya diformulasikan pada 1992 sebagai respon atas thesis End of History yang diungkapkan oleh Francis Fukuyama, belakangan menjadi sebuah buku yang diberi judul Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996). Yang menjadi perhatian kita sebenarnya adalah titik tekan dari Clash of Civilizations terhadap Barat (Kristen) dan Timur (Islam) sebagai sumber konflik abadi, dengan mengabaikan ideology atau isme-isme lain yang dipandang sebagai bersifat sementara sebagai sebuah sumber konflik.

Arti Radikalisme
Radikalisme dalam beragama sendiri bukanlah hal yang khas milik pemeluk agama Islam. Kita dengan sangat mudah akan mendapatinya juga pada pemeluk-pemeluk agama lain semisal Kristen ataupun Yahudi. Namun kita akan membatasi pada radikalisme Islam saja.

Kata Radikal sering kali diartikan sebagai berpihak , condong ,mendukung ke suatu ide pemikiran, kelompok, atau ajaran agama secara penuh dan bersungguh-sungguh serta terfokus kepada suatu tujuan serta bersifat aktif dan reaktif.
Jadi sebagai contoh , jika kita menemukan kata "Islam Radikal", maka itu berarti seseorang yang benar-benar dengan sepenuh hati dan tenaga serta pikiran yang mendukung, berpihak, atau menjadi ekstrim kepada ajaran Agama Islam, lebih daripada orang-orang Islam pada umumnya.

Secara harfiah, radikalime atau fundamentalisme tidak memiliki sesuatu yang negative. Namun secara etimologi, radikalisme dan fundamentalisme telah mengalami penyempitan makna yang berkonotasi negative (peyorasi).

Berbeda dengan teroris yang memiliki dua sifat (a) terror for production of fear, yang bersifat murni dan dirancang untuk menimbulkan rasa takut, dan(b) terror by siege, yang bersifat kontra-teror, dengan sengaja menciptakan suasana mencekam untuk menimbulkan situasi berjaga-jaga (Koentjoro, Psikologi politik: Materikuliah mahasiswa program S1 psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2002).

Kaum Khawarij: cikal bakal kaum ekstrem dalam beragama
Rasulullah SAW pernah mengingatkan akan munculnya kaum yang ekstrem dalam beragama pada suatu masa. Keadaan seperti ini tampak dengan jelas pada sebagian kelompok kaum Muslimin, yang tidak kurang kadar ketaqwaan, keikhlasan, dan semangatnya; tetapi mereka tidak mempunyai ilmu pengetahuan, pemahaman terhadap tujuan ajaran agama, dan hakikat agama itu sendiri.

Mereka, kaum Khawarij ini, merupakan kelanjutan dari orang-orang yang pernah menentang pembagian harta yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw, yang berkata kepada beliau dengan kasar dan penuh kebodohan: "Berbuat adillah engkau ini!" Maka beliau bersabda, "Celaka engkau! Siapa lagi yang adil, apabila aku tidak bertindak adil. Kalau aku tidak adil, maka engkau akan sia-sia dan merugi. " (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas (terjemahan), Rabbani Press, 2002)

Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Sesungguhnya perkataan kasar yang disampaikan kepada Rasulullah saw ialah 'Wahai Rasulullah, bertaqwalah engkau kepada Allah." Maka Rasulullah saw menyergah ucapan itu sambil berkata, "Bukankah aku penghuni bumi yang paling bertaqwa kepada Allah?"

Ketika sebagian sahabat memohon izin kepada Rasulullah saw untuk membunuh para pembangkang itu, beliau yang mulia melarangnya; kemudian memperingatkan mereka tentang munculnya kelompok orang seperti itu dengan bersabda:
"Kalian akan meremehkan (kuantitas) shalat kalian dibandingkan dengan shalat yang mereka lakukan, meremehkan (kuantitas ) puasa kalian dibandingkan dengan puasa yang mereka lakukan; dan kalian akan meremehkan (kuantitas) amal kalian dibandingkan dengan amal mereka. Mereka membaca al-Qur'an tetapi tidak lebih dari kerongkongan mereka. Mereka menyimpang dari agama (ad-Din) bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya."

Kesalahan fatal yang dilakukan oleh mereka bukanlah terletak pada perasaan dan niat mereka, tetapi lebih berada pada akal pikiran dan pemahaman mereka.
Dalam riwayat lain Anas r.a. berkata, "Ada tiga orang yang mendatangi rumah tiga orang istri Nabi saw menanyakan ibadahyang dilakukan oleh Nabi saw. Ketika mereka diberitahukan mengenai hal itu, seakan-akan mereka menganggap sedikit apa yang telah mereka lakukan, sambil berkata, 'Di mana posisi kita dari Nabi saw, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang?' Salah seorang di antara mereka juga berkata, 'Oleh karena itu saya akan melakukan shalat malam selamanya.' Orang yang kedua pun berkata, 'Aku akan berpuasa selamanya dan tidak akan meninggalkannya.' Orang yang ketiga berkata, 'Sedangkan aku akan mengucilkan diri dari wanita dan tidak akan kawin selama-lamanya.' Kemudian Rasulullah saw datang kepada mereka sambil berkata, 'Kamu semua telah mengatakan begini dan begitu. Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, aku mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahkuu, maka dia tidak termasuk golonganku." ( Hadits Muttafaq ‘Alaih)

Ini membuktikan bahwa ekstrimitas yang pada gilirannya memicu radikalisme dalam beragama memang dapat disandarkan pada pemahaman seseorang terhadap agamaannya atau teks-teks keagamannya. Pola beragama model kaum khawarij di atas terus hidup dan bermetamorfosis dari zaman ke zaman.

Dewasa ini banyak kalangan mengatakan bahwa metamorphosis pola keberagamaan semacam ini mewujud pada gerakan wahabi dangan mengacu kepada tokoh sentralnya Muhammad Bin Abdul wahab yang menitikberatkan ajarannya pada pemurnian aqidah dan tauhid serta memerangin bid’ah dan khurafat.

Selain masalah pemahaman, karakter radikal dalam beragama dapat dibentuk oleh keadaan sekitar. Stigma-stigma negative semisal ekstrimis, fundamentalis, bahkan teroris yang disematkan kepada agama Islam. Tindakan-tindakan represif, perlakuan tidak adil terhadap agama Islam, perasaan tertindas, atau ketidakpuasan terhadap kebijakan rejim yang berkuasa adalah bentuk lain penyebab timbulnya radikalisme dalam Islam.
Perjuangan Husain Bin Ali r.a melawan kesewenang-wenangan Yazid bin Mu’awiyyah, yang berakhir pada pembunuhan besar-besaran keluarga Ahlul Bayt adalah sebuah contoh bagaimana kondisi eksternal dapat memicu radikalisme dalam berbagai bentuknya. Contoh lain adalah bagaimana Zayd bin Ali Zayn Al ‘Abidin yang juga keturunan Ahlul Bayt melakukan perlawanan yang luar biasa, manakala mendapati rejim yang berkuasa berlaku tiran, represif, bahkan mewajibkan setiap khotib yang khutbah untuk menghina keluarga Ali Bin Abi thalib dan keturunannya dalam setiap khutbah Jum’at. Perlawanan yang juga berakhir sama seperti kakek buyutnya dengan meninggalnya Zayd bin Ali Zayn Al ‘Abidin.

Dari sini, dapatlah kita membayangkan bagaimana jadinya jika dua penyebab radikalisme ini menyatu pada diri satu orang, kelompok, golongan, atau negara.

Radikalisme Islam di Indonesia
Di Indonesia sendiri, perlawanan terhadap pemerintah pernah terjadi dalam skala yang sangat massiv melalui DI/TII. Pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S. M. Kartosuwirjo) terjadi terutama di Jawa Barat dan bagian barat Jawa Tengah, kemudian ditindaklanjuti oleh Daud Beureuh di Aceh. Pada masa pergerakan nasional, Kartosuwirjo merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani. Selama pendudukan Jepang, Kartosuwirjo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, ia terpilih sebagai Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya, Kartosuwirjo mempunyai cita - cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.

Pemerintah RI berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai melalui pembentukan sebuah komite yang dipimpin oleh M. Natsir (Ketua Masyumi). Namun, komite ini tidak berhasil merangkul kembali Kartosuwirjo ke pangkuan RI. Oleh karena itu, pada 27 Agustus 1949, pemerintah secara resmi melakukan operasi penumpasan gerombolan DI/TII yang disebut dengan Operasi Baratayudha. Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan dan Aceh. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Indonesia)

Mungkin, ini juga yang menjadi pemicu dibubarkannya Masyumi oleh Rejim Orde Lama melalui Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960 yang diikuti dengan penangkapan tokoh-tokoh Masyumi yang masih aktif terlibat politik seperti Prawoto, Mohamad Roem, Yunan Nasution, Isa Anshary, Kasman Singodimedjo, Buya Hamka dan yang lain ditangkap tanpa alasan yang jelas.

Paska runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani tahun 1924, ummat Islam bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Penjajahan dan kolonialisme Negara-negara Eropa dan Amerika yang notabene Kristen terhadap Negara-negara yang Timur Tengah, Asia, dan Afrika yang notabene Islam memberikan nuansa tersendiri dalam hubungan konflik antara dua ideology dan dua peradaban yang telah berlangsung sangat lama ini. Perasaan tertindas, teraniaya, terzholimi, dan ingin segera keluar dari kondisi yang jauh dari idealism nilai-nilai Islam ini mendominasi sebagian ummat Islam yang baru saja kehilangan kepemimpinan.

Kelahiran Harokah Islamiyah
Proses pencarian jati diri dan identifikasi diri terjadi, muncullah gerakan-gerakan Islam (Al-harokah Al-Islamiyah) yang ingin mengembalikan kehidupan beragama (Islam) kepada tempat yang semestinya (purifikasi). Al-Ikhwan Al-Muslimun (Mesir), Hizb At-Tahrir (Mesir), Jami’at Al Islamy (Pakistan) adalah sebagian yang berjuang mengembalikan nilai-niai Islam ke tempat sebagaimana mestinya. Ada persamaan mendasar yang mencirikan harokah-harokah Islam tersebut, jika dipandang sebagai suatu pelaku Islam radikal sebagaimana disebutkan Zada, yaitu : (a) konsep din wa daulah. Islam merupakan sistem kehidupan total, yang secara universal dapat diterapkan pada semua keadaan, waktu, dan tempat. Pemisahan antara din (agama) dan daulah(negara) adalah hal yang mustahil dapat diterima oleh kelompok radikal. Bagikelompok radikal, agama dan negara adalah dua hal yang tak terpisahkan dan hendaknya dipahami secara integral; (b) kembali ke Qur’an dan Hadist. Dalam hal ini, umat Islam diperintahkan untuk kembali pada praktek ajaran Nabi yang puritan dalam mencari keaslian ajaran dan pembaruan; (c) puritanisme dan keadilan sosial. Nilai-nilai dan adat-istiadat Barat ditolak sebagai sesuatu yang sekuler dan asing bagi Islam. Oleh karena itu, mereka menuntut agar media massa mampu memberikan dakwah secara puritan yang berkeadilan sosial. Namun, tuntutan yang demikian itu mungkin akan mengalami masalah besar, sebab pada sisi yang lain, kesadaran jender menuntut adanya pemaknaan ulang terhadap Al Qur’an; (d)kedaulatan syariat Islam; (e) jihad sebagaiinstrumen gerakan; dan (f) perlawanan terhadap Barat yang hegemonik dan intervensinya di Negara-negara Islam, seperti Libia, Bosnia, Palestina, Afganistan, dan Irak (Ahmed & Donnan, 1994) (Zada, K. Ideologi Gerakan Islam Radikal. Media Indonesia. 15 Agustus 2003)
Kelompok Harokah Islamiyah yang hampir seluruhnya dicap oleh para penulis Barat dan orientalis membawa gagasan yang radikal, pada gilirannya menyebar juga ke berbagai wilayah Islam, bahkan Eropa dan Amerika. Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia tidak luput dari gagasan harokah tersebut. Aliran Islam Transnasional, begitu sebagian orang menyebutnya, ditanggapi secara negatif oleh kelompok-kelompok yang telah lebih dulu eksis di Indonesia serta kelompok yang berhaluan liberalis. Sebagai tindak lanjut dari dari pandangan ini, kalangan liberalis menerbitkan satu buku berjudul Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia.

Purifikasi Islam dan Pendekatan Pemerintah
Dalam langkah-langkah purifikasi Islam di atas, Harokah Islamiyah melihat bahwa halangan terbesar untuk tujuan tersebut bangsa penjajah (Barat, Eropa dan Amerika) serta para pemimpin tiran yang sebagiannya adalah boneka-boneka bentukan para penjajah. Tipologi seperti ini yang mendasari kecurigaan-kecurigaan dalam pola hubungan antara ummat Islam dan Penguasa di banyak negara termasuk di Indonesia. Sayangnya, pendekatan yang di ambil oleh penguasa terhadap penganut Islam radikal ini cenderung represif. Alih-alih mencabut akar radikalisme, pendekatan ini tidak akan menghilangkan justeru akan menumbuhsuburkan ideologi radikal di manapun ia berada.<>

DISKUSI KOMUNITAS SERI 10: NASIB KPK

Minggu, Agustus 30, 2009



DISKUSI KOMUNITAS KEPEMIMPINAN SERI X

Diskusi komunitas kepemimpinan mengundang bapak pada diskusi pekanan pada

Hari : Jumat
Tanggal : 4 September 2009
Pukul : 16.00-18.00
Tempat : Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS (Depan Unversitas Indonesia) Lantai 2 Jalan Lenteng Agung No. 20 Srengseng Sawah JAKSEL Telp. 021-7888 3828 atau 021-7888 3829

Menghadirkan pembicara:

DR HAMID CHALID
Ketua Badan Pelaksana MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia)
DOKTOR ILMU HUKUM TATA NEGARA dan Staf Pengajar FHUI

Tema:
NASIB KPK & GERAKAN ANTI KORUPSI DI INDONESIA

Sinopsis:
Nasib Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) benar-benar di ujung tanduk. Kewenangan lembaga antikorupsi ini diperlemah dengan cara yang makin sistematis. Mulai dengan rencana audit BPKP, penyadapan telepon, hingga munculnya draf Rancangan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Inikah grand design untuk melemahkan KPK? Dr Hamid Chalid, seorang tokoh anti korupsi yang telah lama bergulat dalam gerakan anti korupsi di Indonesia, akan memaparkan pandangannya tentang nasib KPK kedepan. Akankah KPK menjadi lembaga tak bergigi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia? Mungkinkah nasib gerakan pemberantasan korupsi kembali dikerdilkan? Saksikan diskusinya di komunitas kepemimpinan LENTERA 20


Diskusi Komunitas Kepemimpinan adalah diskusi pekanan tiap jumat dengan beragam tema-tema menarik dan sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Bertujuan untuk menambah wawasan kepemimpinan dan mendengar opini para pakar. Dihadiri oleh praktisi kebijakan, mahasiswa, pemuda, jurnalis serta para aktivitis; Diskusi ini bersifat free of charge dengan konfirmasi kehadiran

Konfirmasi Kehadiran Hubungi Hidayat (0811975643) atau email hidayatmpp@gmail.com

DISKUSI KOMUNITAS
Tema Diskusi pekan depan
JUMAT 11 September 2009
"Hukum Perubahan Sosial & Politik"
Oleh Bachtiar Firdaus. MPP
(Konsultan Politik Islam)

TATA TERTIB KEHADIRAN
Kehadiran peserta harus
terkonfirmasi paling lambat
hari kamis tanggal 03-Sep-2009;
Diskusi dilaksanakan
tepat waktu sehingga kehadiran
diharapkan 30 menit sebelum
diskusi dimulai


DISIAPKAN TA’JIL BERBUKA PUASA GRATIS!!!

Lebih Lengkap lihat flyer di attached file dan
click on
http://leadershipcommunitydiscussion.blogspot.com/

Salam,

Hidayat

Kord Diskusi Komunitas

Note: mohon di forward ke berbagai jaringan milis

Galeri Foto Diskusi Seri IX

Diskusi Bersama Muhammad Ichsan SE

Dalam paparannya yang berjudul Akar Radikalisme Islam, M Ichsan memiliki pandangan bahwa radikalisme tersebut dapat dibagi atas dua kategori berdasarkan asal penyebabnya yaitu (1) radikalisme by nature, dimana radikalisasi itu terjadi karena sifat alami (nature) seorang pengikuti dari sebuah ideologi. (2) radikalisme eksternal yaitu radikalisasi yang terjadi karena tekanan dari pihak eksternal pengikut ideologi tertentu.



Muhammad Faisal sebagai salah satu peserta aktif dalam diskusi sedang memaparkan pandangannya tentang sebuah kehidupan harmoni tanpa radikalisasi dari pihak tertentu



Audiensi yang sedang serius mendengarkan paparan pembicara


Suasana diskusi komunitas kepemimpinan LENTERA 20


Pembicara sedang mempersentasikan artikelnya berjudul "Akar Radikalisme Islam"

Islamic parties and the terror threat

Kamis, Agustus 27, 2009

Oleh Sapto Waluyo
Kontibutor Utama Diskusi Komunitas Kepemimpinan LENTERA 20
Dimuat di JakartaPost.Com Kamis, 27 Agustus 2009


Terrorism has not only affected the post-election government's performance, but has also created fear in the public.

Furthermore, the latest bomb blasts at the JW Marriott and Ritz-Carlton hotels, which injured 53 and killed nine people, including foreign CEOs and businessmen, have made investors and businesses more wary of the country.

Over the last decade, terrorism has haunted the Islamic community, as acts of terror have always been associated with Jemaah Islamiyah, which succeeded the Darul Islam (Indonesian Islamic State) movement. A report in this paper (Aug. 15) claimed that the breeding of terrorism was associated with the passive stance of Islamic parties, particularly the Prosperous Justice Party (PKS), which is the biggest Islamic party according to the 2009 legislative elections results.

According to terrorism researcher, Noor Huda Ismail, no concrete policy nor action has been taken by the PKS to prevent terrorism in Indonesia. The passive attitude of the PKS is perceived as having something to do with the relationship between the former Darul Islam movement and senior officials from the PKS, whereas the public assumes that Darul Islam is a breeding ground for terrorists.

Some Islamic organizations, not merely Islamic parties, act awkwardly rather than passively when dealing with terrorists. Among other reasons because they have been busy with the presidential election and are awaiting its outcome.

However, Islamic groups and parties were divided in the election. All mainstream Islamic parties (the PKS, PAN, PPP, PKB, and PBB) supported Susilo Bambang Yudhoyono, while leaders of major Islamic organizations (NU, Muhammadiyah) supported Jusuf Kalla.

As a matter of fact, Islamic parties have condemned terrorism (including the JW Marriott and the Ritz-Carlton blasts) and so have Islamic organizations.
There is no need to plunge into conspiracy theories, but a statement by the Muhammadiyah chairman, Din Syamsudin, saying that he had received information that a lot of foreign intelligence agents were staying in the hotel before the July 17 explosion is irrevocably interesting. Did they know something was about to take place?

If so, did they have any intention of taking any preventative measures? Din's critical stance turned into nerves after the police ambushed a house in Temanggung, Central Java, three weeks later.

The house, suspected to have been sheltering Noordin M. Top, belongs to Muhjahri, a retired civil servant who works as a teacher at Muhammadiyah junior high school in Kedu, Central Java. Din appointed Muhammadiyah lawyers to defend Muhjahri. The latter was proven innocent although his son was arrested by the police three years ago for protecting Noordin.



The PKS is also put in a problematic position when the media keeps on associating terrorist suspects with established Islamic organizations. Current targets include Abu Bakar Ba'asyir who left the Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) and founded Jamaah Ansharut Tauhid.

Reporting about Ibrohim, the florist who disappeared after the July 17 blasts and was later shot in Temanggung, TV stations exposed his family's house that has been deserted for two years after a big flood.

On its wall there was a depiction of an exploding skyscraper and a shirt with a Ritz-Carlton logo on it, as well as Arabic calligraphy saying: "Allahu Ghayatuna wa ar-Rasul qudwatuna.wa al-Jihad sabiluna" (Allah is our destination, the Prophet is our role model, .and struggle is our way of life).

Everybody knows that it is the motto of the Al-Ikhwanul Muslimin organization, which is often referred to by PKS members as theirs. Was Ibrohim a PKS cadre? The media have never asked the question openly and therefore PKS executives have not seen it necessary to explain it. Apparently Ibrohim was not a party member, let alone a cadre of the PKS.

Furthermore the media has also mentioned a connection between Dani Dwi Permana, the suspect of the Marriott bombing, with the PKS before the former was recruited by Syaifuddin Jaelani.

It is said that Dani was an active student at his school and was once appointed chairman of the Islamic Student Body (Rohis) whose activities are often guided by PKS cadres. Thus, Syaifuddin only took advantage of Dani whose religious spirit had been shaped by the dakwah community at his school.

Whether the aforementioned teaching process is right, only Dani's teachers and friends know, but one thing is certain, Syaifuddin, who once claimed to have graduated from a university in Yemen, is neither a PKS member nor cadre.

Unable to gain strong evidence, some have attempted to correlate Islamic organizations with terrorist groups in a grand narrative: Both should be followers of radical Wahhabi or Salafi tenets. Such a perspective was at least suggested by A.M. Hendropriyono (former chief of the State Intelligence Body/BIN) and Suryadarma Salim (former commander of Police's Special Detachment 88/Densus 88).

This is opposite to the position taken by Islamic parties in Indonesia. The central sharia board (law-making body) at the PKS stated that their party is based upon Ahlus Sunnah wal Jamaah (adherents to the Sunnah *Prophet Muhammad's words and deeds* and the community) and a belief in its publicly disseminated official vision and mission. Regarding reverence affairs, the PKS gives its cadres and constituents the freedom to choose their respective beliefs and avoids any monolithic doctrine.

Therefore, its members are diverse in nature, many of whom are actively involved in various mass organizations such as NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Khairat, PUI, Al-Washliyah, etc.


Hidayat Nur Wahid as a figure is often referred to as representative of Wahabi/Salafi tenets in the PKS, and yet, such opinions might only be issued by those who don't have any comprehensive understanding of Hidayat. The former president of the PKS, who graduated from the Islamic University of Madinah, wrote his dissertation on Javanese spirituality; not from a theological perspective, but a sociological one.

Hidayat is fond of wayang and is well-versed in Javanese Macapat (ancient Javanese songs that consist of four lines), as was once displayed in his cultural speech delivered at Taman Ismail Marzuki Arts Center. How can such a person be a radical Wahabi or Salafi?

It's unfair to demand a contribution that is beyond the capacity of the PKS, as the PKS was only born in the Reformasi era and still has a limited social basis. It's proven that PKS cadres have never been involved in any mass fighting or drug abuse in their respective schools or universities.

Some of them have been high-achievers in the academic field and in art and cultural competitions, even though the party cannot take the credit for all these achievements.

Some PKS cadres work as preachers in local jails. It is the government's prerogative to invite public participation in counterterrorism programs. The government's new proposal is to de-radicalize terrorists from their extreme ideologies and the PKS is ready to help.

Perhaps it will be useful if someday hundreds of thousands of PKS supporters hold a peaceful demonstration against terrorism and promote Islam as the blessing of the universe, in order to make society aware of the party's true ideals. The PKS is still renowned for its mass-mobilization rather than dissemination of ideas and concrete actions. Nevertheless, this should not be an excuse to spread negative prejudice toward Islamic parties.

Source: http://www.thejakartapost.com/news/2009/08/27/islamic-parties-and-terror-threat.html

PKS dan Isu Terorisme

Selasa, Agustus 25, 2009

Oleh: Sapto Waluyo
Kontributor Utama Diskusi Komunitas Kepemimpinan LENTERA
Selasa 25 Agustus 2009




Isu terorisme kini menjadi bola panas dan secara liar menyerempet berbagai kelompok sosial-politik. Dan, ketika bom meledak di dua hotel prestisius, J.W. Marriott dan Ritz Carlton, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menengarai adanya kelompok yang tidak puas dengan hasil pemilihan presiden. Mereka yang bermaksud mengepung gedung KPU saat rekapitulasi suara, menggagalkan pelantikan presiden baru, dan menjadikan Indonesia seperti Iran yang rusuh pasca pemilu.
Dengan mimik serius, SBY memperlihatkan foto yang menggambarkan dirinya sedang menjadi sasaran latihan tembak para teroris. Kemudian, Kepala Polri menjelaskan bahwa latihan itu dilakukan di daerah Kalimantan Timur dan pelakunya sudah tertangkap dua bulan sebelum peledakan di Marriott-Ritz Carlton. Polisi juga mengungkap jaringan teroris di Jatiasih, Bekasi yang bermaksud melakukan penyerangan di rumah kediaman SBY di Cikeas, tepat pada hari kemerdekaan RI.

Karuan saja, sinyalemen itu mengundang reaksi dari lawan politik SBY, Megawati Soekarnoputeri dan Jusuf Kalla, yang menegaskan partai politik yang komitmen dalam proses demokrasi tak akan pernah menempuh jalan kekerasan. Pemerintah diminta fokus untuk membongkar sumber terorisme, jangan menyinggung lawan politik yang bersikap kritis. Kandidat wakil presiden dari kubu Mega, yakni Prabowo Subianto, juga bereaksi tegas, karena tak bisa menerima istilah “drakula politik” yang pernah melakukan penculikan dan kekerasan politik di masa lalu.

Dalam waktu sekejap isu persaingan politik di balik aksi teror mengendap. Bahkan, sekarang justru terlihat kedekatan petinggi Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan untuk menggolkan kursi Ketua MPR yang diperebutkan banyak pihak. Lebih jauh lagi, beberapa tokoh Partai Golkar yang dipelopori Aburizal Bakrie terlihat mendukung kepemimpinan SBY-Boediono dan berharap dapat mengisi kursi kabinet lima tahun mendatang, dengan resiko meninggalkan Kalla di tengah jalan. Jadi, ancaman teror terhadap SBY itu serius atau spekulasi saja?

Selanjutnya, yang terjadi adaslah Isu segera bergeser kepada kelompok Islam, antara lain, melalui penyergapan Detasemen Khusus 88 di Temanggung, Jawa Tengah. Sebuah rumah milik Muhjahri yang sudah sepuh dikepung 600 ratus polisi bersenjata lengkap. Setelah operasi yang menegangkan, dan berlansung selama 17 jam itu, akhirnya tertembak seorang tersangka teroris yang semula diduga Noordin M. Top, tapi tiga hari kemudian diakui polisi sebagai Ibrohim.
Muhjahri adalah pensiunan pegawai Departemen Agama yang menjadi guru bantu SMA Muhammdiyah Kedu, karena itu Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin turun tangan menugaskan belasan pengacara Muhammadiyah untuk melindungi hak Muhjahri. Bukan kebetulan kiranya, dalam pilpres Din dan Muhammadiyah mendukung JK-Wiranto, walau PAN berkoalisi dengan SBY-Boediono.

Din memang bersikap kritis terhadap peristiwa peledakan Marriott-Ritz Carlton, karena kedua hotel itu memiliki prosedur pengamanan berstandar internasional, mengapa bisa kecolongan? Di sana juga bermalam banyak warga asing, termasuk petugas intelijen, konon CIA, kok tidak ada yang memberi peringatan dini akan adanya ancaman? Setelah peristiwa peledakan terlihat jelas desakan untuk mengawasi kelompok Islam, membatasi aktivitas dakwah, dan mencurigai sejumlah pesantren yang diduga sebagai sarang pembiakan teroris.

Gejala semacam itu jelas kontra-produktif untuk membongkar akar terorisme yang sebenarnya. Mungkin bisa ditelusuri radikalisme keagamaan. Namun bukan hanya kelompok Muslim yang menyimpan potensi kekerasan. Dalam kerusuhan Maluku dan Poso, kelompok Kristen juga mengenal adanya Geng Coker dan Legiun Kristus yang bersikap ekstrem. Dalam kasus Aceh dan Papua, ada kelompok separatis yang menempuh perlawanan bersenjata. Bahkan, di Pulau Bali yang damai juga ada kelompok Hindu radikal yang menuntut wilayah merdeka, jika situasi nasional tidak cocok dengan kepentingannya.
Kini isu terorisme tampaknya bergeser ke arah partai Islam, wa bil khusus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang menempati ranking keempat dalam pemilihan umum lalu. Pada hari pertama setelah peledakan Marriott-Ritz Carlton, segera terdengar tuduhan terhadap kelompok Wahabi atau Salafi. Tudingan itu tak berasal dari aparat polisi, tapi dari kelompok masyarakat (Gerakan Umat Islam Indonesia) yang mengklaim memiliki daftar anggota teroris kelompok Noordin M. Top. Sebelumnya marak isu yang disebar secara sistematis lewat buku “Ilusi Negara Islam”, bahwa paham Wahabi radikal telah mempengaruhi organisasi dan partai Islam tertentu. Termasuk tudingan dari mantan Kepala BIN AM.Hendropriyono.

Tatkala dua orang pembom bunuh diri diketahui identitasnya, Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana, terbetik kabar bahwa perekrut teroris berasal dari kelompok Islam (Jawa Pos, 20 Agustus 2009). Secara khusus, Dani dikenal sebagai anak rajin dan siswa yang aktif dalam kegiatan rohani Islam di sekolahnya. Aktivitas pembinaan remaja Muslim di masjid dan sekolah selama ini memang menjadi program andalan organisasi dan partai Islam. Tujuan sesungguhnya bukan menyulut radikalisme. Namun membangun kesadaran dan ketahanan moral, serta mencegah penyakit sosial seperti penyalahgunaan narkotika dan tawuran massal.

Tujuan positif seperti itu tenggelam di tengah histeria massal akan bahaya terorisme. Aparat seakan membiarkan ekspos media yang over-dosis seputar isu terorisme, bahkan aparat sendiri terlihat over-acting seperti dalam kasus penyergapan di Temanggung, Jawa Tengah.

Seorang tersangka teroris dikepung oleh ratusan polisi bersenjata lengkap selama 17 jam. Seolah-olah tak ada suatu tindakan cepat yang dapat diambil untuk melumpuhkan tersangka yang konon hanya bersenjatakan sebuah pistol. Dalam operasi yang sangat represif itu ternyata buron utama, Noordin Top, pun lolos. Apa artinya pengerahan pasukan yang berlebihan, bila target utama tak tercapai? Evaluasi terhadap tindakan aparat ini tak pernah dilakukan. Sehingga persoalan terorisme berlanjut sampai sekarang.

Aparat kini menetapkan empat orang tersangka sebagai buron, dua di antaranya bersaudara: Syaifuddin Zuhri dan Muhammad Syahrir. Syaifuddin dan Syahrir ternyata bersaudara dengan Sucihani (isteri Ibrohim), dan lebih mengejutkan lagi, bersaudara dengan anggota DPRD dari Fraksi PKS Kabupaten Tangerang, Anugrah. Maka, terbangun anggapan publik bahwa organisasi dan partai Islam memang sengaja membiarkan gejala terorisme. Karena mereka sendiri menyetujui atau ada yang terlibat aksi kekerasan. Anggapan itu dibantah PKS dalam jumpa pers (24/8), tapi persepsi publik tak mudah untuk digeser. Apalagi mayoritas media massa tampak alergi dengan kebangkitan kekuatan politik Islam.

Isu terorisme merebak, menjelang penetapan SBY sebagai pemenang pemilihan presiden oleh KPU. Isu itu lalu bergeser menyudutkan organisasi dan partai Islam, saat SBY sedang mempersiapkan kabinet baru yang akan membantunya untuk periode 2009-2014. Masyarakat jadi lupa pada fokus utama kejadian, yakni peledakan terjadi di dua hotel milik warga asing dan korbannya yang tewas juga sebagian CEO dan pebisnis multinasional. Di antara korban tewas adalah: Timothy Mackey (CEO PT Holcim Indonesia), Nathan Verity (profesional yang bergerak di bisnis sumber daya manusia, warga negara Australia), dan Craig Senger (pejabat perdagangan dari Kedubes Australia). Mereka sudah pasti tidak mendapat peringatan akan adanya ancaman. Beda dengan warga Amerika yang menginap di hotel saat itu dan selamat.

Anehnya, aparat tidak mengusut motif kelompok yang membenci hegemoni Amerika Serikat dan kepentingan asing di Indonesia. Tiba-tiba isu digeser menjadi ancaman terhadap SBY sebagai kepala pemerintahan. Bahkan, kemungkinan adanya ancaman terhadap Presiden Barack Obama yang akan berkunjung ke Jakarta, bulan November nanti, ditepis keras oleh Kepala Polri. Bagaimana polisi bisa begitu yakin bahwa kelompok teroris tidak akan berani menghantam target asing? Padahal di negerinya sendiri Obama juga sudah sering menjadi target pembunuhan. Kita lihat saja nanti, apakah Obama akhirnya jadi datang ke Indoneia dan bagaimana pengawalan pasukannya? Siapa tahu lebih ketat dari pengawalan George Bush, ketika mampir ke Bali hanya beberapa jam saja.

Ujian sebenarnya kini sedang dihadapi PKS sebagai partai Islam 'terbesar' berdasarkan popular vote di Indonesia. Dengan bergabung dalam koalisi pemerintahan, PKS berharap mendapat perlindungan politik (mindlallah siyasiyah) yang kuat bagi aktivitas dakwah dan pembinaan umat. Namun, kondisi terkini justru mengancam citra PKS sebagai partai yang menyerukan jalan damai dan prinsip moderat, serta amat menganggu ketenangan kader/konstituen PKS di akar rumput, serta umat Islam secara keseluruhan.

Apakah SBY mengetahui dan mengendalikan seluruh ketegangan yang terjadi di tengah masyarakat, ataukah kepolisian, khususnya Densus 88 bergerak sendiri dengan agenda yang misterius? Sejak berdiri lima tahun lalu banyak penyimpangan yang dilakukan Densus 88 dalam operasi pengintaian, penangkapan dan penyergapan kepada tersangka teroris; namun tak satupun lembaga pengawas (DPR atau Komisi Kepolisian) yang merasa perlu meminta laporan akuntabilitas Densus.

Salah satu contoh kinerja Densus yang harus disorot, misalnya, penetapan status buron kepada tersangka teroris. Saat ini ada empat buronan baru, disamping Noordin Top, Dulmatin dan Umar Patek yang belum ketahuan rimbanya. Lalu, bagaimana dengan nasib Baridin (yang diprofilkan sebagai mertua Noordin) dan Tatang Lusianto (anak Muhjahri) yang belum jelas kesalahan mereka?

Densus sangat potensial melanggar hak asasi tersangka, karena tuduhan yang berkembang di masyarakat dan diekspos besar-besaran oleh media massa belum tentu sesuai dengan perbuatan mereka sebenarnya. Densus lebih suka dengan trial by the press ketimbang pengadilan yang jujur dan obyektif. Padahal, seorang pakar terorisme dari Israel sekalipun, Boaz Ganor (2005), menekankan proses peradilan yang imparsial dan akuntabel akan mencegah aksi teror di masa datang. Sebaliknya, perlakuan tak adil dan sikap over-acting aparat akan menumbuhkan semangat balas dendam dari kelompok teroris.

Ambil contoh lain, Ibrohim, pada mulanya diduga sebagai pelaku bom Marriott-Ritz Carlton. Tapi, saat kejadian (17/7) Ibrohim dinyatakan “menghilang” entah ke mana, meskipun ada kabar sebenarnya sudah tertangkap (Majalah Tempo, 16 Agustus 2009). Tiba-tiba polisi menyatakan Ibrohim tewas dalam penyergapan di Temanggung, “menggantikan” jasad Noordin Top yang ramai diperbincangkan media. Bagaimana mungkin Ibrohim “bebas berkeliaran” dari Jakarta menuju Temanggung tanpa ketahuan polisi, dan mengapa harus ditembak mati, jika perannya memang dominan?
Padahal, jika ditembak bius atau dilontarkan gas pembius, sangat mungkin dilakukan karena Densus telah dilatih dengan peralatan canggih. Setelah Ibrohim tewas, polisi baru menyatakan dialah perencana, pensurvei lokasi, pembawa bom dan pelakunya ke dalam hotel. Bahkan, Ibrohim dinyatakan pula sebagai “calon pengantin” (suicide bomber) di rumah kediaman SBY. Polisi tak perlu membuktikan tuduhan itu karena semua fakta telah dibawa mati Ibrohim tanpa sempat konfirmasi/konfrontasi.
Kejanggalan lain terlihat dari kematian Air Setiawan dan Eko Joko Sarjono di Jatiasih. Lagi-lagi, bila kedua tersangka ini dianggap memiliki peran penting menyembunyikan Noordin Top dan mempersiapkan serangan bom berikutnya ke rumah pribadi SBY, maka seharusnya polisi tidak menembak mati mereka.
Dikabarkan bahwa Air dan Eko melakukan perlawanan dengan melemparkan bom, tapi kepada publik tidak diperlihatkan bukti kongkrit adanya perlawanan. Karena penyergapan di Jatiasih berlangsung tertutup, amat berbeda dengan pengepungan di Temanggung yang diekspos media. Publik hanya tahu setelah tersangka terbunuh dan dari lokasi TKP dikeluarkan 500 kilogram bahan peledak.

Ada saksi yang melihat bahwa Air dan Eko masih berada di Solo dan shalat Jum’at berjamaah pada (7/8), tapi mengapa malamnya sudah berada di Bekasi dengan mobil penuh bahan peledak? Jika polisi menangkap mereka di Solo, maka tidak perlu terjadi tembakan satu kalipun. Apa lagi, banyak aparat berkumpul di Temanggung, tak jauh dari Solo, bila perlu bantuan.

Berbagai pertanyaan di seputar penanganan kasus terorisme itu perlu direspon oleh aparat polisi dengan tuntas. Kita menantikan pemberkasan terhadap tersangka yang sudah ditangkap hidup-hidup, serta proses peradilannya nanti. Dari sanalah kita akan mendapat gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan masalah, pola aksi terror, dan efektivitas kerja aparat dalam menangkal teror.

Selain menangkap buron utama Noordin Top, polisi berkewajiban untuk meminta ekstradisi Agus Dwikarna yang ditahan pemerintah Filipina dan Hambali yang ditahan CIA di penjara Guantanamo. Dari ketiga tokoh ini, jika masih terus hidup dan memberi kesaksian, kita ketahui duduk perkara terorisme yang menghantui Indonesia.
Sebagai partai koalisi pemerintah, partai-partai Islam (termasuk PKS) berhak untuk bertanya: bagaimana kebijakan kontra-terorisme SBY secara komprehensif sebenarnya? Benarkah kebijakan yang dilaksanakan polisi dan Densus 88 itu diarahkan hanya untuk menyudutkan kelompok Islam?

Potensi terorisme itu ada di semua kelompok masyarakat, termasuk oknum aparat intelijen dan keamanan, yang memiliki akses terhadap senjata dan bahan peledak, serta kemampuan penggalangan atas kelompok radikal. Kelompok teroris yang memiliki ideologi kuat serta kemampuan teknis sekalipun, tak bisa meledakkan bom tanpa akses memadai. PKS sekarang mendapat “payung politik” dari pemerintah yang berkuasa, tapi kepentingan umat yang lebih luas harus tetap diperjuangkan.

Suatu hari, jika rakyat memberi amanat, partai Islam mungkin memimpin negara dan harus siap menjadi “payung” (pengayom dan pelindung) semua warga bangsa tanpa diskriminasi. Jangan biarkan penyimpangan yang dilakukan aparat polisi dan intelijen yang mungkin bekerja untuk kepentingan kekuasaan jangka pendek saat ini, dengan mengorbankan kebebasan warga dan keamanan nasional secara keseluruhan.
Sikap pasif dan pembiaran justru akan membuat penyimpangan kekuasaan lebih dahsyat. Saatnya organisasi massa dan partai politik Islam bergandeng-tangan dengan seluruh elemen bangsa, merumuskan ancaman nasional yang paling nyata dan menangkalnya bersama-sama.

Source: http://eramuslim.com/berita/analisa/operasi-misterius-densus-88.htm

DISKUSI KOMUNITAS SERI 9 Jumat 28 Agustus 2009

DISKUSI KOMUNITAS KEPEMIMPINAN SERI IX

Diskusi komunitas kepemimpinan mengundang rekan2 pada diskusi pekanan pada

Hari : Jumat
Tanggal : 28 Agustus 2009
Pukul : 16.00-18.00
Tempat Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS (Depan Unversitas Indonesia) Lantai 2
Jalan Lenteng Agung No. 20 Srengseng Sawah JAKSEL
Telp. 021-7888 3828 atau 021-7888 3829

Menghadirkan pembicara:

Muhammad Ichsan SE
Pemerhati Dunia Islam & Aktivis Dakwah
Manager Alumni PPSDMS NF
Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis Nurul Fikri

Tema:
SEJARAH RADIKALISME ISLAM

Sinopsis:
Belakangan ini tudingan Islam sebagai sumber inspirasi kegiatan terorisme terus diperbincangkan. Para pelaku bom di Indonesia yang memiliki latar belakang keislaman dijadikan beberapa fakta untuk mencemarkan Islam sebagai ajaran yang membawa kekerasan. Apakah benar radikalisme punya akar sejarah (historical root) dalam Islam? Apakah mungkin Islam di Indonesia sudah berubah corak dari Islam yang berwajah damai menjadi Islam berwajah teroris? Atau adakah pihak-pihak yang sengaja mengkampanyekan Islam sebagai ajaran pembawa radikalisme demi menghentikan agenda dakwah Islamiyah yang sedang marak-maraknya? Seorang pemerhati dunia Islam & aktivitis dakwah, Muhammad Ichsan, SE akan membahas tuntas semua jawaban-jawaban tersebut.

Diskusi Komunitas Kepemimpinan adalah diskusi pekanan tiap jumat dengan beragam tema-tema menarik dan sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Bertujuan untuk menambah wawasan kepemimpinan dan mendengar opini para pakar. Dihadiri oleh praktisi kebijakan, mahasiswa, pemuda, jurnalis serta para aktivitis; Diskusi ini bersifat free of charge dengan konfirmasi kehadiran

Konfirmasi Kehadiran Hubungi Hidayat (0811975643) atau email hidayatmpp@gmail.com

DISKUSI KOMUNITAS
Tema Diskusi pekan depan
JUMAT 4 September 2009
"Agenda Pemimpin &
Gerakan Islam di Indonesia"
Oleh Sapto Waluyo, MSc
(Direktur NF Media Center)

TATA TERTIB KEHADIRAN
Kehadiran peserta harus
terkonfirmasi paling lambat
hari kamis tanggal 27-08-2009;
Diskusi dilaksanakan
tepat waktu sehingga kehadiran
diharapkan 30 menit sebelum
diskusi dimulai;

DISIAPKAN TA’JIL BERBUKA PUASA GRATIS!!!

Lebih Lengkap lihat flyer di attached file dan

click on
http://leadershipcommunitydiscussion.blogspot.com/

Salam,

Hidayat

Kord Diskusi Komunitas

Note: mohon di forward ke berbagai jaringan milis


DENAH GEDUNG PESANTREN MAHASISWA

Senin, Agustus 24, 2009

Denah Gedung Pesantren Mahasiswa PPSDMS bagi yang membutuhkannya

Jl Lenteng Agung No 20 Srengsengsawah Jagakarsa telp 021-7888 3828

DISKUSI KOMUNITAS SERI 8

Kamis, Agustus 20, 2009

Assalamu Alaikum Wr Wb


Semoga rekan senantiasa dalam naungan ridha Allah swt selalu.

Ada undangan dari komunitas kepemimpinan (Leadership Community).
Berikut Informasinya:

Diskusi komunitas kepemimpinan mengundang rekan2 pada diskusi pekanan pada

Hari : Jumat
Tanggal : 21 Agustus 2009
Pukul : 16.00-18.00
Tempat : Gedung PPSDMS NF (Depan Unversitas Indonesia) LT 2
Jalan Lenteng Agung No. 20 Srengseng Sawah JAKSEL
Telp. 021-7888 3828 atau 021-7888 3829

Menghadirkan pembicara:

DR KEN MIICHI
Indonesianis dari Center for Southeast Asian Studies - Kyoto University-Jepang
Research fellow of the Japan Society for Promotion of Science
Author of INDONESIA: PERGERAKAN ISLAM KONTEMPORER
currently researching contemporary Islamic movements

Tema:
PETA GERAKAN ISLAM KONTEMPORER DI INDONESIA

Sinopsis:
Sejak reformasi melanda Indonesia, gerakan, organisasi dan partai Islam menjadi bahan kajian menarik. Utamanya bagaimana mereka yang selama zaman orde baru ditindas penguasa, menampilkan jati dirinya dengan sejelas-jelasnya. Banyak organisasi Islam yang memilih langkah moderat dan ada yang memilih langkah tegas & keras. Banyak organisasi Islam kemudian mendirikan partai politik dan organisasi keislaman tumbuh bak jamur dihari hujan. Belakangan, setelah reformasi berlalu, organisasi ini adanya hilang dan berkembang. Untuk mengetahui peta gerakan Islam kontemporer, Dr Ken Miichi akan menjelaskan research terkininya tentang dinamika gerakan Islam tersebut dan juga tentang akar gerakan kekerasan atas nama agama;


Diskusi Komunitas Kepemimpinan adalah diskusi pekanan tiap jumat dengan beragam tema-tema menarik dan sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Bertujuan untuk menambah wawasan kepemimpinan dan mendengar opini para pakar. Dihadiri oleh praktisi kebijakan, mahasiswa, pemuda, jurnalis serta para aktivitis; Diskusi ini bersifat free of charge dengan konfirmasi kehadiran

Konfirmasi Kehadiran Hubungi Hidayat (0811975643) atau email hidayatmpp@gmail.com

DISKUSI KOMUNITAS
Tema Diskusi pekan depan
JUMAT 28 AGUSTUS 2009
"Sejarah Radikalisasi Islam"
Oleh Muhammad Ichsan
(Manajer Alumni PPSDMS)

TATA TERTIB KEHADIRAN
Kehadiran peserta harus
terkonfirmasi paling lambat
hari kamis tanggal 20-08-2009;
Diskusi dilaksanakan
tepat waktu sehingga kehadiran
diharapkan 30 menit sebelum
diskusi dimulai

Lebih Lengkap lihat flyer di attached file

Salam,

Hidayat